Selasa, 14 Desember 2010

INVESTMENT THEORY IN AN ISLAMIC PERSPECTIVE

“...in a capitalistic mode of production a zero amount of interest is an accident of resource utilisation. A positve rate would almost always exist, because in a roundaboutness of production techniques, the overwhelming shift towards the production of consumption goods makes capital goods to be produced in small amounts...” kutipan tersebut menjelaskan bahwa “suku bunga tak mungkin menjadi nol” dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi konvensional (kapitalis) sangat bergantung kepada suku bunga. Tanpa adanya suku bunga maka aktivitas ekonomi dalam system konvensional tidak dapat berjalan dengan baik.
Mereka juga beranggapan bahwa apabila “tingkat suku bunga nol merupakan bagiaan dari suatu kecelakaan” hal itu berarti konvensional tidak dapat memberikan modal kepada para pengusaha dengan jumlah yang banyak atau paling tidak mencukupi bagi usaha produksi mereka. Karena bagi kapitalis tingkat suku bunga dapat membawa perubahan yang sangat besar terhadap produksi barang dan konsumsi. Dengan semakin kecilnya tingkat suku bunga maka akan membuat barang modal yang didapat menjadi semakin kecil jumlahnya, dan hasil akhir (barang yang dikonsumsi) juga akan semakin kecil.
Lain halnya dengan ekonomi dalam perspektif islam dimana menurut pandangan ekonomi islam, bunga bukanlah penunjang kesejahteraan perekonomian, karena dalam system bunga yang di untungkan hanya kalangan ekonomi menengah keatas, sedangkan untuk kalangan ekonomi menengah kebawah system bunga tidak berdampak positif, seperti kasus yang terjadi pada kalangan menengah keatas dimana mereka bisa menanamkan investasi mereka dan mendapatkan keuntungan atau bunga dengan jumlah yang tetap. Lain halnya dengan kalangan menengah kebawah yang hanya menanggung beban dari semua dana yang dipinjamkan oleh bank (sebagai pengembangan modal dari investor ). Sedangkan mereka belum tentu dapat membayar hutang dengan biaya bunga yang dibebankan kepada mereka sehinga ada pihak yang terdzalimi dari system bunga tersebut. Dalam islam dana yang ditanamkan oleh kalangan menengah ke atas (kepada bank) , dikembangkan dengan cara yang halal juga baik, dalam hal ini bank meminjamkan uang kepada kalangan menengah kebawah yang membutuhkan dengan cara membuat kesepakatan bagi hasil melalui prinsip mudharabah. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang terdzalimi, karena sudah ada kesepakatan bahwa pada hakikatnya prinsip bank syariah menggunakan system loss and profit sharing.
Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi dalam sistem kapitalis lebih memilih menanamkan modalnya sekarang dengan imbalan akan mendapat keuntungan di hari esok, sedangkan pada sistem ekonomi islam, mereka lebih memilih untuk menanamkan modalnya pada sektor riil dengan tujuan yang berorientasi pada duniawi dan ukhrawi dengan prinsip keuntungan dan kerugian ditanggung bersama (dengan tidak membebankan kepada salah satu pihak saja).
Dalam artikel tersebut juga diungkapkan “through the rate of interest an individual in a capitalistic syistem is looked at as an infinitely comsuming, insatieted and impatient consumer of goods and service” dari kutipan tersebut dapat digambarkan bahwa prilaku individu dalam sistem kapitalis terlihat megalami keterbatasan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hal itu karena mereka lebih memilih mengeluarkan uangnya hari esok dengan pertimbangan untung dan rugi. Namun, hal itu sangat disesali karena tingkah laku dan pola mereka, mereka akan merasakan sakit atas pengorbananya menunggu waktu hari esok untuk mengkonsumsi barang yang sebenarnya mereka butuhkan hari ini. Sangat berbanding terbalik dengan sistem ekonomi dalam islam, prilaku ekonom muslim lebih mengedepankan unsur sufficient condition bukan hanya profit oriented semata, prilaku muslim dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa tidak secara berlebihan tetapi tidak juga dengan cara memilih tidak mengkonsumsi (padahal mereka butuh). Uang dalam islam harus bersifat flow concept karena islam sangat mengedepankan prinsip kesejahteraan.

“...the magnitude of the posivity of this rate dependson what the neo-neo-classical economist call the real cost of allocating scarce resource among competing ends inter-temporally...”.
Dari kutipan tersebut tersirat mengenai pola konsumsi inter-temporaly dalm sistem kapitalis. Konsumsi inter-temporal dalam konvensional (kapitalis) sangat berbeda dengan konsumsi inter temporally dalam islam. Pola kapitalis lebih menghubung-hubungkan antara biaya sebenarnya atas kelangkaan sumber daya. Maka dari itu sistem kapitalis hanya mengedepankan hubungan pendapatan dengan konsumsi dan tabungan. Dimana, apabila mereka ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak mereka menekan biaya konsumsinya hari ini dan meimilh menabungkan uangnya agar memperoleh keuntungan di hari esok. Dalam hal ini terdapat perbedaan juga dengan konsumsi inter-temporaly dalam islam, Dalam konsep islam seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya : “Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan telah kamu infakkan” maka mereka membuat persamaan pendapatan dengan menghubungkan konsumsi dengan infak dan tabungan, hal ini menggambarkan bahwa islam juga menganjurkan untuk tidak boros dalam berkonsumsi, maka dimasukkan juga tabungan (saving) dalam persamaan pendapatan islami
The Islamic idea on interest.
Dalam islam bunga itu haram. Karena sudah jelas dalam al-Qur’an banyak yang menerangkan ayat-ayat dimana riba itu diharamkan. Dalam islam tidak memperbolehkan seseorang menaruh pokok harta denga hanya mengambil keuntungan. Segala sesuatu yang haram tidak boleh dilakukan. “riba means excess over and above a thing, be it in Money terms or in fungible form” dikatakan bahwa riba berarti selisih lebih dari dan diatas sesuatu. Kenapa riba diharamkan? karena riba akan menimbulkan mudharat. Biasanya orang tidak memikirkan kearah itu.mereka hanya berfikir bagaimana caranya untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa harus bersusah payah melakukan sesuatu. Lain halnya dengan debitur yang mungkin tidak mampu membayar, semakin lama ia memnayar, semakin besar pula beban bunga yang harus ditanggungnya. Sehingga itu sangat menyulitkan. Hakikat pelarangan riba dalam islam adalah suatu penolakan terhadap risiko financial tambahan yang ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan kepada satu pihak saja. Sedangkan pihak yang lainnya dijaminkan keuntungannya. Bunga pinjaman uang, modal dan tujuan produktif atau konsumtif,dengan tingkat bunga tinggi atau rendah, dan dalam jangka waktu panjang maupun pendek termasuk riba
Comparative Islamic views on interest
Kalau dulu, ada ulama yang menerima dan membolehkan bunga dengan alasan darurat atau memandangnya sebagai suatu keharusan agar bank bisa hidup dan memperoleh untung, maka di zaman ini, alasan darurat atau anggapan keharusan bunga itu, telah hilang sama sekali. Sebab telah menjadi fakta, contohnya pada bank-bank Islam tanpa bunga dapat berkembang dan menunjukkan prestasi besarnya dalam meraih keuntungan. oleh karena itu praktik bunga ini harus kita tinggalkan. Islam mengharamkan seorang pengusaha mengambil sejumlah modal dari pihak lain, bank atau non bank,lalu membayarkan bunganya dengan kadar yang ditentukan.dan islam juga melarang seorang pedagang yang menjual barangnya melalui transaksi utang-piutang yaitu yang dubay kemudian dengan tambahan tertentu.
Para ekonom sekarang justru telah menyadari secara empirik bahwa riba mengandung kemudharatan, karena mengambil keuntungan tanpa memikul risiko berakibat bahwa sipeminjam tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang harus dibayar,sehingga terjadi berbagai krisis, sedangkan hal ini tidak akan terjadi bila sipemilik modal turut mengambil bagian dalam profit & loss sharing. Bunga tidak dapat membimbing kearah pembentukan dan penanaman modal karena bunga dijadikan mata pencaharian tanpa memandang kepada produksi yang terkandung didalamnya.
Case again interest and the Islamic alternative
Dengan adanya penggangguuran sumber daya menurunkan harga tingkat produksi untuk mempertahankan tingkat keuntungn produksi. Oleh karena itu suatu perusahaan menjual produksinya dengan harga yang sangat lebih tinggi di bandingkan tsebelumnya, karena perusahaan tersebut ingin mempertahankan tenaga kerja akan tetapi upah tenaga kerja tersebut lebih rendah di banding sebelumnya. Maka dari itu tenaga kerja merasa terbebani atau terdzalimin akan sikap perusahaan yang tidak memikirkan tenaga kerja tersebut.
Dengan itu perusahaan lebih mementingkan pribadinya dari pada tenaga kerjanya. Perusahaan harus selalu diasumsikan untuk memaksimalkan keuntungan produksi menurut konvesional. Sedangkan menurut pandangan islam perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan pribadinya dan perusahaan juga mementingkan kemashalatan bagi masyarakat. Di mana sistem produksi mengunakan akad mudharabah. Contohnya adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama ( shaibul maal ) menyediakan seluruhnya (100% ) modal, sedangkan pihak lainnya pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pihak pemodal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugiantersebut.
Apabila ada bunga daya beli uang akan digunakan baik di konsumsi atau di investasikan melalui bank tersebut dengan adanya prinsip laba atau rugi dalam hal ini bisa dikenal dengan prinsip mudhrabah dalam pandangan islam. Kami berpendapat bahwa dalam kasus tersebut maka terjadinya bagi hasil atau pun akad mudharabah. Adapun prinsip-prinsip mudharabah yang lain adalah adanya berbeda dalam bunga tetap di mana bank atau perusahaan akan menanggih penerima pembiayaan ( nasabah ) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang ia dapati , sekalipun itu merugikan dan terjadinya krisis ekonomi atau bangkrut.
Menurut konsumsi intertemporal dalam konvesioanl pada prinsipnya perilaku konsumen di mana terjadi selisih antara pendapatan dengan jumlah uang yang digunakan untuk dikonsumsikan , seperti lender, di mana jumlah konsumsi lebih kecil daripada pendapatan dan borrower, di mana jumlah konsumsi lebih besar daripada pendapatan. Maka dari itu kita harus bisa memberika keseimbangan antara konsumsi dan pendapatan yang kita dapati. Sedangkan, menurut dalam islam adalah islam dilaksanakan oleh masyarakat, zakat hukumnya wajib, tidak adanya riba dala perekonomian, mudharabah wujud dalam perekonomian dan pelaku ekonomi bersikap rasional dengan memaksimumkan rasional dengan memaksimalkan kemaslahatan. Maka dari itu sangat berbeda sekali terhadap konvesional yang mana hanya mementingkan pribadinya ketimbang masyarakatnya,
Ada pun dalam konsep islam yang mana dijelaskan oleh Rasullullah SAW yang maknanya adalah “ ynag kamu makan adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan. Oleh karena itu kita harus mamperbanyak infak atau sedekah terhadap kalangan menengah kebawah.
Fungsi investasi dengan pendekatan ekonomi islam tentu berbeda dengan fungsi investasi dengan pendekatan ekonomi konvensional. Perbedaannya karena fungsi investasi dalam ekonomi konvensional dipengaruhi tingkat suku bunga, investasi dinegara negara penganut ekonomi islam dipengaruhi oleh tiga faktor yang pertama yaitu adanya sanksi terhadap pemegang aset yang kurang atau tidak produktif, kedua, dilarangnya melakukan berbagai bentuk spekulasi dan segala macam judi, ketiga, tingkat bunga untuk berbagai pinjaman sama dengan nol. Sehingga seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya.
Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya investasi (1) tingkat keuntungan yang diharapkan (2) pengaruh lain-lain zakat atas aset yang tidak atau kuramng produktif. Permintaan investasi ditentukan oleh tingkat keuntungan yang diharapkan bergantung pada : total profit yang diharapkan dari kegiatan enterpreneurial, share in profit yang di klaim oleh pemilik dana.
Hubungan positif antara tingkat investasi dengan tingkat keuntungan yang diharapkan maksudnya jika tingkat keuntungan yang diharapkan mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan tingkat investasi sebaliknya jika tingkat keuntungan yang diharapkan mengalami penurunan, maka akan menyebabkan penurunan tingkat investasi
Apabila tingkat bunga merupakan suatu instrumen yang dilarang maka dalam islam suku bunga diganti dengan ekonomi bagi hasil, sehingga iintensif dalam melakukan investasi adalah besaran bagi hasil . besaran bagi hasil yang menjadi daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi adalah share dari keuntungan yang dibagi kepada investor dan kepada pengelola. Semakin besar bagian hasil yang akan diterima oleh investor, idealnya akan meningkatkan motivasi bagi investor untuk semakin banyak melakukan investasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar