Minggu, 27 Maret 2011

pembagian hukum taklifi dan wadh'i

Pembagian Macam-Macam Hukum
a. Hukum Taklifi
Hukum taklifi terbagi kepada lima bentuk ; Ijab (Kewajiban), Nadb (anjuran untuk melaksanakan/ kesunahan), Tahrim (Keharaman), Karahah ( kemakruhan), Ibahah ( Kebolehan)
Dari sisi ini hukum taklifi, seperti dikemukakan abdul Wahab Khallaf, terbagi kepada lima macam, yaitu : wajib, mandub, haram, makruh, dan mubah. Masing masing dari beberapa istilah hukum diatas dijelaskan sebagai berikut.
1) Wajib
Secara etimologi kata wajib berarti tetap atau pasti. Secara terminologi, seperti dikemukakan Abd.al Karim Zaidan berarti :
Sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan Rasul Nya untuk dilaksanakan oleh orang mukalaf, dan apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dari Allah, sebaliknya apabila tidak dilaksanakan diancam dengan dosa. Misalnya shalat fardhu lima waktu dalam satu hari satu malam hukumnya wajib dalam arti mesti dilaksanakan, berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya.
Pembagian Wajib
1. Wajib dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, hukum wajib terbagi kepada dua macam :
(1) Wajib mutlaq (tidak dibatasi dengan waktu) adalah sesuatu yang dituntut syar’i untuk dilaksanakan secara pasti tetapi tidak ditentukan waktu pelaksanaanya. Misalnya, kewajiban untuk membayar puasa ramadhan yang tertinggal, dan seperti denda yang wajib atad orang yang bersumpah kemudian melanggar sumpah.
(2) Wajib Muaqqat yaitu kewajiban yang pelaksanaanya dibatasi dengan waktu tertentu. Seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan.
2. Wajib dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum wajib dapat dibagi kepada dua macam, yaitu wajib aini(wajib ain) dan wajib kifa’I (wajib kifayah)
(1) Wajib ain
Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang yang sudah balig berakal (mukalaf), tanpa kecuali. Kewajiban seperti ini tidak bias gugur kecuali dilakukan sendiri. Seperti shalat,zakat,haji,menepati janji,menjauhi khamer dan judi.
(2) Wajib Kifayah
Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada seluruh mukalaf, namun bilamana telah dilaksanakan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu sudah dianggap terpenuhi sehingga orang tidak ikut melaksanakannya tidak lagi diwajibkan mengerjakannya. Seperti shalat jenazah, membangun rumah sakit, menyelamatkan orang yang tenggelam, menjawab salam, dsb.
3. Bila dilihat dari segi kandungan perintah, hukum wajib dapat dibagi kepada dua macam yaitu wajib mu’ayyan (tertentu) dan wajib mukhayyar (pilihan).
(1) Wajib mu’ayyan
Yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi objeknya adalah tertentu tanpa ada pilihan lain . seperti shalat, membayar zakat. Kewajiban seperti ini tidak dianggap terlaksana, kecuali dengan melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan itu.
(2) Wajib mukhayyar
Yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Misalnya kewajiban membayar kaffarat (denda melanggar) sumpah.

2) Mandub ( sunnah)
Mandub dari segi bahasa “ sesuatu yang dianjurkan”. Sedangkan menurut istilah, adalah perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya, namun tidak dicela orang yang tidak melaksanakannya. Seperto firman Allah :
          
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya
Pembagian mandub :
(1) Sunnah Muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan), misalnya : shalat lima waktu dengan berjamaah.
(2) Sunnah ghair al-muakkadah (sunah biasa), sunah yang diajurkanoleh syara’ untuk dikerjakan, pelakunya mendapat pahala dan yang meninggalkan tidak disiksa atau dicela. Seperti bersedekah kepada para fakir.
(3) Sunah al-Zawaid. (sunah tambahan) artinya dianggap sebagai pelengkap bagi mukallaf. Diantaranya adalah mengikuti jejak Rasulullah Saw dalam hal kebiasaan beliau sebagai seorang manusia. Misalnya sopan santunnya dalam makan,minum, dan tidur.
3) Haram
I sushul fiqh kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dimana orang yang melarangnya dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena menaati Allah, diberi pahala. Bentuk larangan itu sendiri menunjukan kepastian, seperti firman Allah swt :
      
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi

Pembagian haram :
1. Al- muharram li Dzatihi, artinya bahwa hukum syara’ telah mengharamkan keharaman itu sejak dari permulaan seperti zina :
         
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.


2. Muharram li Ghairihi yaitu haram karena sesuatu yang baru . artinya suatu perbuatan itu pada mulanya ditetapkan oleh hukum syara sebagai suatu kewaiban, kesunnahan atau kebolehan, tetapi bersamaan dengan sesuatu yang baru menjadikannya haram ; seperti shalat dengan memakai baju gasab, jual beli yang mengandung unsur menipu.


4) Makruh
Makruh berarti “sesuatu yang dibenci”, berarti sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, dimana bilamana ditinggalkan akan mendapat pujian dan apabila di langgar tidak berdosa. Makruh terbagi menjadi makruk tahrim dan makruh tanzih
5) Mubah
Mubah berarti “ sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan” menurut istilah ushul fiqh seperti dikemukakan oleh abdul-karim zaidan berarti :
“ yaitu sesuatu yangb diberi pilih oleh syaariat apakah seorang mukallaf akan melakukannya, dan tidak ada hubungannya dengan d9osa dan pahala.
Pembagian mubah
(1) Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang kepada sesuatu hal yang wajib dilakukan
(2) Sesuatu baru dianggap mubah hukumnya bilamana dilakukan sekali-kali tetapi haram hukumnya bila dilakukan setiap waktu
(3) Sesuatu yang mubah yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang mubah pula.

Pembagian hukum wadh’i ( Hukum Positif)
Hukum wadh’I terbagi menjadi lima. Berdasarkan penelitian hukum wadh’I adakalanya menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, penghalang, atau menjadikan adanya keringanan sebagai ganti dari hukum asal,dan sah atau tidak sah atas suatu akibat dan hubungan adanya akibat dengan sebab serta tidak adanya akibat karena tidak adanya sebab.
1. Sebab
Sebab menurut bahasa berarti “ sesuatu yang biasa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain.
Macam-macam sebab :
a. “ sebab” , kadang kadang menjadi sebab pada hukum Taklifi. Misalnya waktu, yang menjadi ssebab kewajiban mendirikan shalat, karena firman Allah swt :
    
78. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (al-israa : 78)

[865] ayat Ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.


b. Kadang-kadang “ sebab” itu menjadi sebab untuk menetapkan kepemilikan, kehalalan, atau menghilangkan keduanya
c. Kadang-kadang “ sebab” itu berbuatan yang mampu dilakukan mukallaf, seperti pembunuhan secara sengaja menjadi sebab kewajiban qishash.
d. Kadang kadang “ sebab” berupa sesuatu yang tidak mampu dilakukan mukallaf dan bukan termasuk perbuatan mukallaf

2. Syarat
Syarat berarti “ sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain” misalnya : wudlu adalah sebagai syarat bagi sahnya shalat dalam arti adanya shalat tergantung kepada adanya wudhu.
Pembagian syarat :
(1) Syarat syar’i yaitu syarat yang datang langsung dari syarat tersendiri.
(2) Syarat Ja’ly yaitu syarat yang datang dari kemauan orang mukallaf itu sendiri
3. Mani’ (penghalang)
mani’ adalah sesuatu yang adanya meniadakan hukum atau membatalkan sebab. Mani’ menurut ulama ushul fiqh adalah sesuatu yang ditemukan stelah terbukti sebabnya dan memenuhi syarat-syaratnya tetapi dapat menghalangi hubungan sebab dan akibat
4. Rukhshah dan azimah
Rukhshah adalah keringanan hukum yang telah disyariatkan oleh Allah atas mukallaf dalam keadaan tertentu yang sesuai dengan keringanan tersebuta.
Sedangkan azimah adalah hukum sejak semula yang tidak terbatas pada keadaan tertentu dan pada perorangan (mukallaf) tertentu.
Macam-macam rukhsah :
1. Diperbolehkannya suatu larangan ketika keadaan darurat atau menurut kebutuhan. Jika ada seseorang yang dipaksa mengucapkan kata-kata kafir, maka ia boleh mengucapkannya dengan tetap tidak senang mengucapkan dan hatinya tetap dalam keadaan iman.
2. Kebolehan seorang mukallaf meninggalkan kewajiban ketika terdapar uzur kesulitan menunaikannya
3. Sahnya mengenai akad yang bersifat pengecualian yang tidak memenuhi syarat umum sebagai sahnya akad tersebut, namun hal itu berlaku dalam muamalah umat manusia dan menjadi kebutuhan mereka
4. Menghapus hukum-hukum yang oleh Allah swt telah diangkat dari kita. Sedangkan hukum itu adalah termasuk bebab yang berat atas umat sebelum kita. Seperti yang digambarkan oleh Allah swt dalam firmannya :
           
286. "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. (Qs. Al-Baqarah : 286)



Ulama kelompok Hanafi membagi Rukhsah Tafrih adalah pada dasarnya adalah hukum ‘azimah (asal) yang masih berlaku dan dalilnya juga masih ada, tetapi boleh ditinggalkan sebagai keringanan dan menyenangkan mukallaf.
Sedangkan rukhshah isqat (keringanan yang menggugurkan dan yang me nggugurkan) maka hukum ‘azimah tidak berperan lagi. Tetapi keadaan yang menyebabkan adanya keringanan itu menggugurkan hukum ‘azimah dan yang berlaku disana adalah hukum rukhshah.

5. Sah dan Batal.
Semua perbuatan mukallaf yang dituntut oleh syar’i dan semua hukum sebab akibat yang ditetapkanny, bila telah dilakukan oleh mukallaf maka mungkin syar’i akan menganggapnya sah atau batal.
Pengertian sah menurut syara’ adalah perbuatan mukallaf itu mempunyai pengaruh secara syara’
Adapunpengertian tidak sah adalah tidak adanya pengaruh secara syara’ . jika yang dilakukan berupa kewajiban, maka kewajiban itu tidak gugur dan ia tidakb bebas dari tanggungan. Jika berupa sebab syara’ maka tidak mempunyai pengaruh hukum, jika berupa syarat maka yang disyarati belum ditemukan. Hal itu karena syar’I menggantunggkan pengaruh kepada perbuatan, sebab dan sarat yang terpenuhi sebagaimana tuntutan dari syariatnya. Jika tidak demikian maka tidak dianggap menurut syara’

komunikasi

2.1 Pengertian komunikasi
Walaupun orang telah mempelajari komunikasi sejak zaman purbakala namun perhatian terhadap pentingnya komunikasi baru muncul belakangan, yaitu pada abad ke 20. Munculnya peran komunikasi sebagai penemuan revolusioner yang sebagian besar disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi .
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin communico yang artinya membagi. Jadi, komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi timbal-balik antara dua orang atau lebih.
Komunikasi dapat dipandang sebagai, ilmu, dan lapangan kerja
Salah satu persoalan dalam memberi pengertian tentang komunikasi yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya. Namun dapat disimpulkan bahwa defnisi komunikasi adalah proses pemberian pesan kepada penerima pesan melalui saluran yang menimbulkan umpan balik.
.


Lingkungan
Gambar 1

Komunikator
Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber atau pengirim pesan, yaitu dimana gagasan, ide tau pikiran berasal, yang kemudin disampaikan kepada pihak lainnya, yaitu penerima pesan. Sumber atau pengirim pesan sering pula disebut dengan komunikator. Sumber atau komunikator bisa jadi adalah individu, kelompok atau bahkan organisasi.
Pesan
Pesan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan melalui tatap muka atau melalui media komunikasi.
Media/saluran
Merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Selain indra manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon,surat,telegram dan di golongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.
komunikan
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih. Penerima bisa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.
Umpan balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum smpai kepada media. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa berasal dari unsur lain seperti pesan dan media. Umpan balik terdiri dari dua jenis, yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif
Lingkungan
Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempebgaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan tas empat macam, yakni lingkungan fisik,lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis,dan dimensi waktu.

2.2 Karakteristik Komnikasi :
 Komunikasi adalah suatu proses, Komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan
 Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan punya tujuan.
 Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat.
 Komunikasi bersifat simbolis,.
 Komunikasi bersifat transaksional, Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan; memberi dan menerima.
 Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama.

2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi :
Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu.
1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalm proses komunikasi (sharing similar experience)
2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkarn yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif)
3. Kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif
4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh(100%) karena dalam konteks komunikasi antar manusia tidak pernah ada manusia di atas dunia ini yang memiliki prilku, karakter, dan sifat-sifat yang persis sama (100%), sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar
5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu. Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat, dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirim dan kapan komunikasi itu berlngsung.
6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi. Tidak dpat dibayangkan jika orang melakukan tindakan komunikasi diluar norma yang berlaku dimasyarakat. Jika kita tersenyum maka kita dapat memprediksi bahwa pihak penerima akan membalas dengan senyuman, jika kita menyapa seseorng maka orang tersebut akan membalas sapaan kita. Prediksi seperti itu akan membuat seseorang menjadi tenang dalam melakukan komunikasi
7. Komunikasi itu bersifat sistematik. Dalam diri setiap orang mengandung sisi internal yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai, adat, pengalaman, dan pendidikan. Bagaimana seseorangberkomunikasi dipengaruhi oleh beberapa hal internal tersebut. Sisi internal seperti lingkungan keluarga dan lingkungan dimana dia bersosialisasi mempengaruhi bagaimana dia melakukan tindakan komunikasi
8. Semakin mirip latar belakang budaya semakin efektiflah komunikasi. Jika dua orang melakukan komunikasi berasal dari suku yang sama, maka akan ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yang sama untuk sling dikomunikasikan. Kedua pihak mempunyai makna yang sama terhadap simbol-simbol yang saling dipertukarkan
9. Komunikasi bukan sarana atau tempat untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam arti bahwa komunikasi bukan satu-satunya obat mujarab yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 komunikasi adalah proses pemberian pesan kepada penerima pesan melalui saluran yang menimbulkan umpan balik.
 Semakin mirip latar belakang budaya semakin efektiflah komunikasi. Jika dua orang melakukan komunikasi berasal dari suku yang sama, maka akan ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yang sama untuk saling dikomunikasikan. Kedua pihak mempunyai makna yang sama terhadap simbol-simbol yang saling dipertukarkan
 Komunikasi bukan sarana atau tempat untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam arti bahwa komunikasi bukan satu-satunya obat mujarab yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah











DAFTAR PUSTAKA
 Cangara Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta: 2007.
 Morissan,Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi, Ghalia Indonesia, jakarta:2009.
 www.google.com.

fikih muamalat kontemporer (mlm,waralaba,e-commerce)

• Pengertian Multilevel Marketing (MLM)
MLM singkatan dari Multilevel Marketing (Pemasaran Multi Level) yaitu sistem pemasaran melalui jaringan distribusi yang dibagun secara berjenjang dan mempromosikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Jadi MLM adalah konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat secara aktif sebagai penjual dan memperoleh keuntungan didalam garis kemitraannya.
• MLM Dalam Perspektif Islam
Persoalan bisnis MLM mengenai status hukum halal-haram maupun status syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia) termasuk oleh klaim sepihak sebagai Perusahaan MLM Syari’ah karena harus ada penjamin syariah dan bukti atau sertifikat syariah atau kehalalannya yang dapat dipertanggungjawabkan seperti dari MUI, melainkan tergantung sejauh mana dalam praktek manajemen, sistem marketing, kegiatan operasionalnya serta barang/jasa yang dijualnya setelah melalui kajian dan penelitian sesuai syariah.
Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa yang dijual
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang tetapi juga produk jasa yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih disebut “Samsarah/simsar” ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159)
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya dalam fiqih Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan diatas, antara lain sebagai berikut:
1. Perjanjian jelas kedua belah pihak.
Sesuai dengan firman Allah dalam (QS. An-Nisa: 29)

janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu

2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata
3. Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
• Pengertian Waralaba
Waralaba ialah bentuk jaringan bisnis yang terdiri dari banyak pengusaha yang bekerjasama dengan sistem yang sama
Berdasarkan pasal 1 peraturan Pemerintah RI no. 16 tahun 1997 tentang waralaba dan pasal 1 keputusan menteri perindustrian dan perdagangan RI no. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba adalah sebagai berikut :
“Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan jasa”
contoh waralaba : rastoran ayam bakar wong solo, milik Puspa Wardoyo restoran ini menawarkan sistem pengelolaannya kepada siapapun yang mau. Sang pemilik tinggal mengutip fee,royalti,. Inilah bisnis yang memanfaatkan kekuatan jaringan.
• Konsep dasar bisnis waralaba
Ada tiga komponen dalam sistem waralaba : franchisor (pewaralaba), franchisee, (terwaralaba), franchise Waralaba dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise)
Biasanya waralaba yang dijual sudah mempunyai sistem yang bagus. Begitu pun soal promosi, pelaku usaha bisnis waralaba tidak perlu mengeluarkan biaya promosi besar karena rata-rata waralaba yang diperjual-belikan itu sudah mempunyai merek sangat kuat
Pada umumnya, franchisee perlu membayar initial fee yang sifatnya sekali bayar atau kadang sekali untuk periode tertentu, misalkan 5 tahun. Atau biasanya franchisee membayar royalty atau membayar sebagian dari hasil penjualan. Variasi lain adalah franchisee membeli bahan pokok atau peralatan (capital goods) dari franchisor. Perjanjian waralaba bersifat formal karena memang disyaratkan dalan pasal 2 PP no. 16 tahun 1997 untuk dibuat secara tertulis. Hal tersebut diperlukan untuk melindungi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba tersebut
• Waralaba perspektif hukum islam
Bila diperhatikan dari konsep waralaba yang didalamnya ada perjanjian maka dapat dikemukakan bahwa perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dalam bentuk kerjasama atau dalam islam disebut syirkah. Dalam perjanjian waralaba, kedua belah pihak sama sama berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu. Dalam kerjasama ini juga diperlukan prinsip keterbukaan dan kehati–hatian. Hal ini juga sesuai dengan rukun dan syarat akad menurut hukum islam dan larangan transaksi gharar (ketidakjelasan). Mengenal perjanjian waralaba yang harus hitam diatas putih sesuai dengan firman Allah Q.S. Al – Baqarah : 282.
Waralaba melibatkan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha ataupun waralaba diberikan dengan suatu imbalan yang sesuai dengan asas penghargaan terhadap kerja dalam asas hukum perdata islam.
Berdasarkan atas pertimbangan itu maka system waralaba tidak bertentangan dengan syariat islam, selama objek perjanjian waralaba tersebut tidak merupakan hal yang dilarang dalam syariat islam (misalkan : bisnis haram, penzhaliman) maka bila ada unsur tersebut otomatis batal menurut hukum islam karena bertentangan dengan syariat.
Selain itu bisnis seperti ini dinilai memiliki manfaat untuk usaha kecil dan menengah dalam proses pengembangan usahanya. Apabila dalam kegiatannya menggunakan produk dalam negri maka hal ini sangat positif dari segi kemaslahatan sehingga dapat dibenarkan menurut hukum islam. Satu nilai tambah lagi dari system ini, yaitu franchisee dapat mengambil pembelajaran untuk selanjutnya mengembangkan usaha sendiri ketika mereka ingin melepaskan diri ataupun ketika ingin membangun usaha franchise baru yang tentunya islami.
Ada beberapa nilai syariah sebagai filter yang diperlukan untuk menciptakan system bisnis waralaba yang islami untuk menghindari berbagai penyimpangan moral bisnis (moral hazard) yaitu MAGHRIB (Maysir, Asusila, Gharar, Haram, Riba, Ikhtikar, Berbahaya). Dengan komitmen menjauhi MAGHRIB maka dalam bisnis ini kedua belah pihak akan merasa terlindungi satu sama lain.


• E-Commerce
E-commerce adalah singkatan dari kata berbahasa Inggris Electronic commerce, atau juga dikenal dengan istilah perdagangan elektronik atau e-dagang, adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik
e-commerce sebagai model baru dengan menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi telah memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tata sosial dan ekonomi masyarakat. E-commerce telah menjadi bagian yang penting dari sektor bisnis khusus (private) dan umum (public).
Berkembangnya e-commerce ini memungkinkan perdagangan melalui jaringan komputer menjanjikan efisiensi, baik dari segi waktu dan biaya serta kenyamanan dalam bertransaksi bagi konsumen, dibandingkan transaksi secara tradisional
Di indonesia e-commerce sangat berkembang pesat. sekarang ini telah terbentuk commerceNet yang merupakan e-commerce terkomplit di Indonesia, sehingga semakin mudah membuka toko internet, tanpa ditunggu-tunggu para wirausahawan digital
Begitu pula dalam sector perbankan, Perkembangan e-commerce juga memasuki sektor industri perbankan. Transaksi dalam e-commerce yang menyangkut yaitu perpindahan dana yang melibatkan pihak konsumen, penjual, pengelola e-commerce, serta lembaga keuangan, khususnya perbankan

• E-COMMERCE MENURUT KACAMATA FIQH KONTEMPORER
Bila dilihat dari sistemnya serta perinsip oprasionalnya, maka e-commerce menurut kaca mata fiqh kontemporer sebenarnya alat,media, metode teknis atau sarana yang dalam kaidah syariah bersifat fleksibel, dinamis, dan variabel. Hal ini termasuk kategori umuriddunya ( persoalan teknis duniawi) Rasullulah tidak melarang selama dalam koridor syariah kepada umat islam untuk menguasai dan memanfaatkannya demi kemakmuran bersama.
Namun dalam hal ini ada yang tidak boleh berubah atau bersifat konstan, yakni prinsip-prinsip syariah muamalah tersebut yang tidak boleh dilanggar dalam mengikuti perkembangan. Menurut kaidah fiqih sebagaimana dikemukakan Dr. Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqih Al-Islami wa Adillatuhu bahwa prinsip dasar dalam transaksi muamalah dan persyaratannya yang terikat dengannya adalah boleh selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan dalil (nash) syariah. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan dalam kasus ini adalah kaidah ushuliyah yang berbunyi:
تحريمها علي دليل ل يد ﺃن ﺤﺔ با الا ت ملا المعا في اﻷﺻﻝ
Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya
Oleh karena itu, hukum transaksi dengan menggunakan media e-commerce adalah boleh berdasarkan prinsip maslahah karena kebutuhan manusia akan kemajuan teknologi teknologi ini dengan berusaha memperbaiki dan menghindari kelemahan dan penyimpangan teknis maupun syariah. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme yang dibuat manusia tidak luput dari kelemahan dan selama masih aman dan didukung oleh upaya-upaya pengamanan, maka hal itu dapat ditolerir (berdasarkan prinsip syariah dalam muamalah dan kaidah fiqih: adh-dhararu yuzal’ke mudarat harus dihilangkan).’
Mengenai teknis operasionalnya, dikembalikan pada prosedur dan sistem (urf) yang berlaku termasuk dalam aktualisasi ijab dan qabul dan jual-beli tidak harus dilakukan dengan mengucapkan kata atau bertemu fisik. Akan tetapi, itu bisa bersifat fleksibel dengan meng-klik atau mengenter pilihan tertentu pada cyberspace yang kemudian dilakukan penyelesaian pembayaran dengan cara dan media teknologi atau apapun yang dianggap sudah memenuhi kriteria dan persyaratan syariah dalam transaksi untuk selanjutnya masing-masing pihak berkomitmen untuk memenuhi kewajiban masing-masing sesuai kesepakatan sesuai firman Allah dalam (Qs.Al-Maidah ayat 1)
………….
1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu..

Nabi bersabda, “ oran Islam itu wajib memenuhi komitmen kesepakatan mereka, kecuali kesepakatan atau perjanjian yang menghalalkan atau mengharamkan yang halal.”



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1 Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa yang dijual
2 , hukum transaksi dengan menggunakan media e-commerce adalah boleh berdasarkan prinsip maslahah karena kebutuhan manusia akan kemajuan teknologi teknologi ini dengan berusaha memperbaiki dan menghindari kelemahan dan penyimpangan teknis maupun syariah
3. sistem waralaba tidak bertentangan dengan syariat islam, selama objek perjanjian waralaba tersebut tidak merupakan hal yang dilarang dalam syariat islam (misalkan : bisnis haram, penzhaliman) maka bila ada unsur tersebut otomatis batal menurut hukum islam karena bertentangan dengan syariat









DAFTAR PUSTAKA
- Kuswara, “ Mengenal MLM Syariah” dari halal- haram,kiat berwirausaha,sampai dengan pengelolaannya. Tangerang : Qultummedia,2005
- Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta : Sinar Grafika,2009
- Aiyub Ahmad, Transaksi Eakonomi : Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam. Jakarta : Kiswah,2004
- . Alie Yafie dkk. Fiqih perdagangan bebas. Teraju: Jakarta, 2003
- Buchari Alma. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung,2001
- www.google.com